Salah satu
permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah dalam menjalankan
akad-akad syariah dalam pembiayaannya, adalah kurangnya pemahaman terhadap
visi, misi dan karakteristik ekonomi syariah. Hal ini bisa dialami baik oleh
karyawan dan pegawai lembaga keuangan tersebut, maupun oleh nasabah dan
pengguna secara umum. Akibatnya, dari sisi karyawan hal ini akan sangat
menyulitkan, karena mereka belum paham akhirnya hanya bekerja ‘bak’ robot dalam
menjalankan akad-akad yang sudah disediakan oleh pengelola atau manajemen,
misalnya. Bahkan terkadang, spirit konvensional begitu terasa mencuat saat
berhadapan dengan nasabah atau masyarakat. Salah satu yang kerap terlihat
adalah betapa lancar dan fasihnya karyawan bank syariah -saat menawarkan
produk-produknya ke masyarakat- menyebutkan prosentase ‘bagi hasil’ yang sudah
fix laksana bunga-bunga di bank.
Kurangnya
pemahaman di kalangan nasabah pun bisa menyebabkan persoalan unik yang akan
berkelanjutan. Para Nasabah BMT atau KJKS sekalipun, bisa jadi tak perlu
mempedulikan skem produk yang ditawarkan lembaga keuangan syariah. Apa itu
murobahaha, musyarokah, ijaroh tidak menjadi sesuatu yang diperhatikan. Bagi
mereka adalah, bagaimana lembaga keuangan bisa menyelesaikan permasalahan
keuangan mereka, baik itu untuk modal produksi maupun menutup kebutuhan
konsumsi. Maka betapa banyak yang datang ke BMT hanya dengan misi
sederhana : pinjam uang dan siap membayar dengan beberapa kelebihan yang
ditentukan sejak awal. Maka terkadang mereka pun bisa mendapatkan yang
diinginkan, tanpa harus paham apa dan sesungguhnya perbedaan antara lembaga
keuangan syariah dan yang lainnya.
Indonesia
adalah salah satu negara dengan populasi pemeluk agama Islam terbesar di dunia.
Kebanyakan dari populasi tersebut pun ingin coba menjalani beragam kegiatan
dengan nilai-nilai yang telah tertulis pada Alquran dan hadis, salah satunya
adalah dengan menggunakan prinsip syariah. Lalu, apa sebenarnya prinsip syariah
tersebut?
Syariah
adalah…
Secara
bahasa, syariah bermakna jalan yang lurus. Sedangkan menurut terminologi,
syariah adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan
pecipta-Nya lalu hubungan antar sesama manusia yang mengacu pada Alquran dan
sunah. Di negara seperti Iran atau Saudi Arabia, prinsip syariah adalah dasar
kehidupan bernegara yang digunakan dalam politik dan juga ekonomi.
Perbankan
Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Dalam
negara-negara yang menganut sistem ekonomi syariah, konsep-konsep seperti zakat
mewakili konsep tentang hidup adil dan merata bagi setiap orang. Kemudian gharar
dan masyir, yang melarang semua praktik perjudian. Lalu takaful,
sebuah konsep tentang rasa solidaritas antara masyarakat untuk tolong menolong
jika ada kerabatnya yang mengalami musibah. Lalu, bagaimana dengan penerapan
prinsip syariah di Indonesia?
13% dari 1,7
Milliar Muslim Dunia
Menurut data
dari Pew On Forum Religion & Public Life, 13% dari 1,7 milliar pemeluk
agama Islam di dunia ada di Indonesia dan tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Namun, berbeda dengan Iran, atau Saudi Arabia, meski 88,2% penduduk Indonesia
adalah pemeluk agama Islam, agar tercipta kesetaraan dan kehidupan rukun
antarumat beragama, maka dari awal berdiri, sistem ekonomi yang digunakan
Indonesia adalah sistem ekonomi konvensional.
Bagi Anda
yang sangat berpegang teguh pada sistem syariah, sistem ekonomi konvensional
biasanya dirasa kurang cocok. Karenanya, Anda mungkin lebih senang berinvestasi
dengan membeli emas atau berdagang, dibandingkan berinvestasi pada saham,
asuransi kesehatan, atau reksa dana. Namun kini, dengan mulai direalisasikannya
prinsip syariah melalui UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mungkin sudah
saatnya Anda mencoba beralih ke sistem investasi secara syariah.
Sejak UU
mengenai perbankan di mana prinsip syariah diresmikan, kini sudah banyak
bermunculan program investasi berbasis syariah yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan. Program tersebut pun pada akhirnya menarik perhatian banyak warga
Indonesia yang tadinya enggan berinvestasi karena tidak yakin terhadap sistem
ekonomi konvensional untuk mulai berinvestasi.
Selasa, 12
Nopember 2013
Analisis :
Sebagai
seorang muslim, selain berinvestasi agar kondisi keuangan terjamin, Anda juga
pasti ingin investasi tersebut dapat menambah pahala di hari kelak. Nah, karena
prinsip syariah memenuhi kedua kebutuhan tersebut pastinya Anda akan memilih
sistem tersebut.
Berinvestasi
dengan prinsip syariah memang berbeda dengan cara konvensional. Dengan
nilai-nilai agama yang melandasinya, Anda tidak hanya berinvestasi untuk diri
sendiri, masa depan atau berjaga-jaga ketika musibah menimpa, tetapi juga untuk
orang lain. Dalam hal ini ada yang dinamakan dengan takaful, yang merupakan
perpaduan antara rasa tanggung jawab dan persaudaraan sesama. Dengan kata lain,
sebagian kecil dari dana yang Anda investasikan akan masuk ke dalam dana
tabarru dan akan dipakai untuk menanggung risiko atau menolong sesama jika ada
yang mengalami musibah.