Pages

Thursday, November 14, 2013

Tulisan 10



Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah dalam menjalankan akad-akad syariah dalam pembiayaannya, adalah kurangnya pemahaman terhadap visi, misi dan karakteristik ekonomi syariah. Hal ini bisa dialami baik oleh karyawan dan pegawai lembaga keuangan tersebut, maupun oleh nasabah dan pengguna secara umum. Akibatnya, dari sisi karyawan hal ini akan sangat menyulitkan, karena mereka belum paham akhirnya hanya bekerja ‘bak’ robot dalam menjalankan akad-akad yang sudah disediakan oleh pengelola atau manajemen, misalnya. Bahkan terkadang, spirit konvensional begitu terasa mencuat saat berhadapan dengan nasabah atau masyarakat. Salah satu yang kerap terlihat adalah betapa lancar dan fasihnya karyawan bank syariah -saat menawarkan produk-produknya ke masyarakat- menyebutkan prosentase ‘bagi hasil’ yang sudah fix laksana bunga-bunga di bank.
Kurangnya pemahaman di kalangan nasabah pun bisa menyebabkan persoalan unik yang akan berkelanjutan. Para Nasabah BMT atau KJKS sekalipun, bisa jadi tak perlu mempedulikan skem produk yang ditawarkan lembaga keuangan syariah. Apa itu murobahaha, musyarokah, ijaroh tidak menjadi sesuatu yang diperhatikan. Bagi mereka adalah, bagaimana lembaga keuangan bisa menyelesaikan permasalahan keuangan mereka, baik itu untuk modal produksi maupun menutup kebutuhan konsumsi.  Maka betapa banyak yang datang ke BMT hanya dengan misi sederhana : pinjam uang dan siap membayar dengan beberapa kelebihan yang ditentukan sejak awal. Maka terkadang mereka pun bisa mendapatkan yang diinginkan, tanpa harus paham apa dan sesungguhnya perbedaan antara lembaga keuangan syariah dan yang lainnya.
Indonesia adalah salah satu negara dengan populasi pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Kebanyakan dari populasi tersebut pun ingin coba menjalani beragam kegiatan dengan nilai-nilai yang telah tertulis pada Alquran dan hadis, salah satunya adalah dengan menggunakan prinsip syariah. Lalu, apa sebenarnya prinsip syariah tersebut?
Syariah adalah…
Secara bahasa, syariah bermakna jalan yang lurus. Sedangkan menurut terminologi, syariah adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan pecipta-Nya lalu hubungan antar sesama manusia yang mengacu pada Alquran dan sunah. Di negara seperti Iran atau Saudi Arabia, prinsip syariah adalah dasar kehidupan bernegara yang digunakan dalam politik dan juga ekonomi.
Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Dalam negara-negara yang menganut sistem ekonomi syariah, konsep-konsep seperti zakat mewakili konsep tentang hidup adil dan merata bagi setiap orang. Kemudian gharar dan masyir, yang melarang semua praktik perjudian. Lalu takaful, sebuah konsep tentang rasa solidaritas antara masyarakat untuk tolong menolong jika ada kerabatnya yang mengalami musibah. Lalu, bagaimana dengan penerapan prinsip syariah di Indonesia?
13% dari 1,7 Milliar Muslim Dunia
Menurut data dari Pew On Forum Religion & Public Life, 13% dari 1,7 milliar pemeluk agama Islam di dunia ada di Indonesia dan tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Namun, berbeda dengan Iran, atau Saudi Arabia, meski 88,2% penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, agar tercipta kesetaraan dan kehidupan rukun antarumat beragama, maka dari awal berdiri, sistem ekonomi yang digunakan Indonesia adalah sistem ekonomi konvensional.
Bagi Anda yang sangat berpegang teguh pada sistem syariah, sistem ekonomi konvensional biasanya dirasa kurang cocok. Karenanya, Anda mungkin lebih senang berinvestasi dengan membeli emas atau berdagang, dibandingkan berinvestasi pada saham, asuransi kesehatan, atau reksa dana. Namun kini, dengan mulai direalisasikannya prinsip syariah melalui UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mungkin sudah saatnya Anda mencoba beralih ke sistem investasi secara syariah.
Sejak UU mengenai perbankan di mana prinsip syariah diresmikan, kini sudah banyak bermunculan program investasi berbasis syariah yang telah disesuaikan dengan kebutuhan. Program tersebut pun pada akhirnya menarik perhatian banyak warga Indonesia yang tadinya enggan berinvestasi karena tidak yakin terhadap sistem ekonomi konvensional untuk mulai berinvestasi.
Selasa, 12 Nopember 2013
Analisis :
Sebagai seorang muslim, selain berinvestasi agar kondisi keuangan terjamin, Anda juga pasti ingin investasi tersebut dapat menambah pahala di hari kelak. Nah, karena prinsip syariah memenuhi kedua kebutuhan tersebut pastinya Anda akan memilih sistem tersebut.
Berinvestasi dengan prinsip syariah memang berbeda dengan cara konvensional. Dengan nilai-nilai agama yang melandasinya, Anda tidak hanya berinvestasi untuk diri sendiri, masa depan atau berjaga-jaga ketika musibah menimpa, tetapi juga untuk orang lain. Dalam hal ini ada yang dinamakan dengan takaful, yang merupakan perpaduan antara rasa tanggung jawab dan persaudaraan sesama. Dengan kata lain, sebagian kecil dari dana yang Anda investasikan akan masuk ke dalam dana tabarru dan akan dipakai untuk menanggung risiko atau menolong sesama jika ada yang mengalami musibah.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More