Tulisan 14 - Kedewasaan Ber-Demokrasi
Hari Senin
kemarin, 11 Agustus2008, saya sempat terharu membaca salah satu berita dari
rubrik Internasional harian Kompas. Pada halaman delapan tersebut dimuat foto
ketika Hillary Clinton berkampanye untuk mendukung Senator Barack Obama, calon
Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat.
Apa yang
membuat saya terharu adalah Hillary Clinton sebelumnya adalah lawan tanding
Barack Obama untuk memenangkan posisi sebagai calon Presiden Amerika Serikat
dari Partai Demokrat. Mungkin sebagian kita di Indonesia juga mengikuti
melalui berita bagaimana mereka bersaing merebut suara dukungan dari rakyat
Amerika. Mereka bekerja sangat keras untuk meraih sebanyak mungkin simpati dari
para pemilih. Akhirnya kita mengetahui bahwa Barack Obama akhirnya memenangi
pertarungan ini. Kita juga pernah membaca berita bahwa untuk pemilihan awal ini
Hillary Clinton harus meminjam uang jutaan dollar untuk membiayai
kampanyenya. Halaman pertama pesta demokrasi di Amerika Serikat telah dilalui
dan calon Presiden dari Partai Demokrat akhirnya dipegang oleh seorang calon
yang menjanjikan ‘harapan baru’bagi rakyat Amerika.
Politikus
Matang
Lawan
menjadi kawan. Inilah yang jarang terjadi di Indonesia. Saat ini di Indonesia,
hampir setiap minggu ada yang namanya PILKADA. Setiap kali hasil Pilkada
diumumkan, jarang sekali yang mau langsung menerima hasil pilkada tersebut.
Lihat saja di Maluku Utara yang hasil Pilkada-nya ngga beres-beres sampai
sekarang. Bahkan beberapa waktu lalu rumah salah satu calon Gubernur dibakar
oleh para pendukung lawan politiknya.
Kita juga
masih melihat sampai sekarang dimana mantan Presiden Megawati masih tidak
saling bicara dengan Presiden SBY, mantan pembantunya yang sekarang menjadi
Presiden dinegeri ini. Kritikan-kritikan pedas dengan nada menyerang masih
terus didengungkan oleh mantan Presiden Wanita pertama dinegeri kita ini.
Hampir setiap hari rakyat disuguhkan berita-berita tentang silang pendapat
diantara para politikus ‘senior’ dinegeri ini. Bukannya berita
tentang keberhasilan pembangunan, yang ada hanya berita-berita ‘black
campaign’ yang keluar dari mulut para politikus.
Saya ingin
bertanya kepada rakyat Indonesia, siapapun orangnya sang calon pemimpin itu,
apakah kita mau memiliki Pemimpin yang hanya pandai berwacana dan yang
hanya pandai mengkritik lawan politik ? Apakah kita mau memiliki Pemimpin yang
yang belum dewasa dalam berpolitik dan tidak menerima kekalahan dalam
berpesta demokrasi ?
.
Walau
terkadang muak melihat sikap Amerika yang sok menjadi polisi dan presiden
dunia, nyatanya dalam hal berdemokrasi kita harus banyak belajar dari mereka.
Saya tidak tahu kapan hal itu akan terjadi di Indonesia, negeri yang sangat
saya cintai ini. Namun yang pasti, perjalanan masih sangat panjang. Mari kita
berharap pada rumput yang bergoyang …..
Analisis :
Reformasi dan keterbukaan di negeri ini baru mampu diterjemahkan oleh sebagian
besar politikus sebagai ‘hanya kebebasan berbicara tanpa ditangkap’, ‘kebebasan
mengkritik pemimpin tanpa dicopot dari jabatannya’. Reformasi dan keterbukaan
belum mampu diterjemahkan ‘siap kalah – siap menang’
0 comments:
Post a Comment